HealthTech (Health Technology) menurut WHO (World Health Organization) adalah penerapan pengetahuan dan keterampilan yang terorganisir dalam bentuk perangkat obat-obatan, vaksin, prosedur, dan sistem yang dikembangkan untuk memecahkan suatu masalah kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup. (Wikipedia.org)
Chief Investment Strategist Temasek Rohit Sipahimalani pada November 2020 lalu mengatakan bahwa layanan HealthTech memegang peranan yang sangat penting di masa pandemi. Bahkan dalam laporan e-Conomy SEA 2020 yang digarap oleh Google, Temasek, dan Bain & Company menyebut bahwa pengguna layanan HealthTech tumbuh 4 kali lipat selama pandemi.
Pertumbuhan tersebut membuat investasi untuk HealthTech semakin meningkat. Masih dalam laporan yang sama, jumlah investasi di sektor HealthTech pada semester pertama di 2020 berjumlah 50 investasi dengan nilai USD 22 juta. Angka tersebut naik cukup signifikan dibanding periode yang sama di 2019, di mana hanya ada 45 investasi dengan nilai USD 19 juta.
Ketika bicara mengenai pelayanan kesehatan, sayangnya akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang berkualitas bisa dibilang minim dan tidak merata. Di sinilah peran teknologi melalui aplikasi mobile yang bergerak di bidang HealthTech sangat dibutuhkan untuk menjembatani masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan dengan penyedia jasa kesehatan.
Baca Juga:
Ada beberapa startup HealthTech yang kita kenal, seperti Halodoc, Alodokter, Hello Sehat, dan masih banyak lagi. Namun, di luar startup raksasa tadi, ada juga startup baru di bidang HealthTech yang tidak kalah hebat, yakni DocLink, Alinamed, dan Hardtmann Mekatroniske.
Ketiga startup ini berhasil
masuk ke dalam 12 besar startup yang bersaing di fase Grand Final National
Pitching The NextDev Talent Scouting 2020 yang digelar oleh Telkomsel dan
mewakili kategori HealthTech Innovation. Lalu seperti apa visi dan misi ketiga
startup yang mengusung teknologi berbasis aplikasi mobile? Yuk langsung saja simak
terus artikel di bawah ini :
1. DocLink
Seperti startup HealthTech pada umumnya, DocLink hadir sebagai sarana menghubungkan masyarakat dengan praktisi medis. Dion Dewa Barata selaku Co-Founder DocLink mengatakan bahwa DocLink hadir untuk memberikan layanan yang lebih baik untuk masyarakat Indonesia agar mereka dapat mengakses layanan kesehatan dengan lebih mudah dan komprehensif.
Melalui aplikasi yang mereka ciptakan, masyarakat dapat mengakses berbagai macam layanan kesehatan dari A sampai Z, mulai dari memanggil ambulan, pembelian obat, hingga menghubungi dokter untuk keperluan konsultasi kesehatan, termasuk juga layanan konsultasi terkait pandemi COVID-19.
Nah, lalu apa yang membedakan DocLink dengan layanan HealthTech lainnya? Dalam sesi pitching di acara The NextDev Talent Scouting 2020, Dion mengatakan bahwa layanannya mencoba untuk membedakan diri dengan yang lain, yakni dengan cara tidak hanya memberikan layanan online, tapi juga layanan interaksi fisik antara dokter dan pasien.
“Kami bekerja sama dengan klinik, rumah sakit, atau layanan kesehatan lain, bukan dengan dokter secara individu. Dengan demikian kualitas layanan akan mengikuti standar pelayanan yang dilakukan di fasilitas kesehatan,” ujar pria yang berprofesi sebagai dokter ini.
Baca Juga:
2. Alinamed
Alinamed merupakan startup B2B2C yang fokus meningkatkan produktivitas klinik dan kemudahan akses kesehatan pasien dengan fitur telekonsultasi dan dashboard manajemen terintegrasi, untuk masa depan yang lebih baik.
Ada dua fokus utama yang dimiliki oleh Alinamed, di mana salah satunya adalah membantu pasien penyakit kronis yang takut untuk berobat ke rumah sakit atau klinik di masa pandemi. Di samping itu, Alinamed juga memiliki misi untuk membantu meningkatkan pendapatan klinik dan rumah sakit agar bisa bertahan di masa pandemi.
“71 persen kematian di Indonesia saat ini akibat penyakit kronis, contohnya hipertensi, stroke, diabetes, dan jantung. Untuk itu, kami di Alinamed ingin menjembatani pasien penyakit-penyakit kronis tersebut supaya bisa berobat ke klinik dengan cara yang aman selama pandemi,” ujar CEO Alinamed Riswanda.
Ada empat fitur utama yang diunggulkan di dalam aplikasi Alinamed, yakni Homecare untuk mendatangkan dokter ke tempat pasien, Telemedicine untuk berinteraksi dengan dokter secara online, Layanan Antar Obat, dan Dashboard Bisnis untuk manajemen klinik.
3. Hardtmann Mekatroniske
Hardtmann Mekatroniske memiliki fokus yang berbeda dari startup HealthTech pada umumnya, yakni hadir untuk memberdayakan para penyandang disabilitas, khususnya difabel netra.
Galih Nugraha, salah satu pendiri Hardtmann Mekatroniske, memaparkan bahwa ada tiga masalah yang dihadapi oleh penyandang difabel netra di Indonesia, yakni ketergantungan difabel netra terhadap pendampingnya, kekhawatiran pendamping ketika difabel netra sendirian, dan ketidakmampuan tongkat konvensional untuk membantu dalam kondisi hilang arah.
“Ketiga masalah tersebut kami coba selesaikan dengan tongkat terintegrasi mobile apps bernama BriCane atau Brilliant Cane, yang memiliki empat fitur utama, yakni desain ringan dan ergonomis, sensor untuk bantu deteksi rintangan, pengiriman pesan darurat, dan mobile apps untuk mengirim video, menelepon pendamping, serta konfigurasi,” terang Galih.
Sesuai dengan kegunaannya, Hardtmann Mekatroniske menargetkan tongkat BriCane ini ke 3,7 juta difabel netra di Indonesia (totally blind) dan 10,8 juta (low vision). Keunggulan dari BriCane ini menurut Galih adalah harganya yang terjangkau dari kompetitor utama, yakni Rp 3,5 juta.
Baca Juga:
Itulah tiga startup HealthTech dari The NextDev Talent Scouting 2020. Semua startup yang masuk ke The NextDev Talent Scouting 2020 ini harus memiliki dampak sosial positif untuk masyarakat Indonesia. Informasi lebih lanjut mengenai The NextDev dan seluruh inisiatifnya dapat diakses di thenextdev.id dan media sosial di @thenextdev.
Sumber : telkomsel.com
Baca juga :
- Paket Edukasi khusus untuk Akses Aplikasi belajar Online Ilmupedia dan Ruangguru
- Lindungi Anak Anda dari Konten Internet Berbahaya
- Dapatkan Banyak Kemudahan dengan Aplikasi My Telkomsel